Pages

Banner 468

Kamis, 22 Agustus 2013

FADHILAH HARI JUM'AT

0 komentar
 
Pada masa Malik bin Dinar, hiduplah dua orang majusi penyembah api, yang berusia 73 taun yang satunya 35 tahun. “kemari !!!” panggil yang muda kepada yang tua. “Apakah api ini akan menolong kita ataukah membakar kita sebagai mana ia membakar orang- orang yang tidak menyembahnya, jika tidak membakar kita ayo terus menembahnya. Tetapi jika membakar kita, maka buat apa kita memujanya ?” “Ya,” Jawab yang lebih tua. Mereka lalu menyalakan api. “Aku apa kamu yang menaruh tangan lebih dahulu?” Tanya yang muda. “Kamu saja,” jawab yang tua. Ia lalu menaruh tangannya di atas api, lalu jari jemarinya terbakar. “Au,” jeritannya, sambil cepat-cepat ia menarik tangannya. “Tiga puluh lima tahun kau kusembah, masih juga kau menyakitiku,” gumamnya. “ayo kita cari Tuhan Yang Maha Esa, yang apabila kita berdosa dan meninggalkan perintahnya selama 500 tahun, misalanya, Ia mau mengampuni dan mema’afkan kita, dengan hanya ta’at satu jam dan hanya dengan
satu kali minta ma’af,” ajak anak muda. Yang tua menurut saja. Katanya, “baiklah. Kita cari orang yang bisa membimbing kita ke jalan yang lurus, yang mengajarkan kita kepada agama islam yang menyelamatkan.” Mereka sepakat menemui Malik bin Dinar di Basyrah. Mereka segera ke bashrah , mereka menemukan Malik tengah berkumpul bersama masyarakat memberikan bimbingan untuk mereka. Melihat hal itu, yang tua berkata, “Tak usahlah aku masuk islam, aku sudah kelewat tua, umurku habis untuk menyembah api, kalaupun aku masuk islam, agama yang dibawa oleh Muhammad itu, tentulah keluarga dan tetanggakku akan mencaciku. Neraka lebih kusuka dari pada cacian mereka.” “Jangan lakukan itu,” cegah yang muda. “Cacian bisa berhenti, tetapi neraka itu abadi.” Nasehatnya . Yang tua tetap menulikan pendengarannya. “kamu adalah kamu, celakalah engkau dan anak- anakmu celakalah hai gelandangan dunia dan akherat,” Makinya. Ia lalu pulang dan tidak masuk islam. Sedang yang muda malah mengajak anak- anaknya yang kecil dan istrinya mengikuti majlis itu hingga malik selesai mengajar, kemudian ia berdiri, mengisahkan sebab dan niatnya masuk islam, juga kerabatnya, mereka lalu masuk islam. Orang-orang yang mendengarnya menangis gembira. Ketika ia bermaksud pulang, Malik menahannya, “Nantilah, duduk dulu hingga kawan-kawanku mengumpulkan sedikit hartanya.” “Tidak, Aku tak ingin menjual agamaku dengan dunia.” Tolaknya, Ia lalu pergi dan memasuk sebuahi puing-puing yang didalmya terdapat rumah tua. Disanalah mereka tinggal. Keesokan harinya istrinya berkata, “Pergilah ke pasar carilah pekerjaan, belilah makanan secukupnya untuk kita makan.” Sesampai dipasar tak seorangpun yang mau memberi pekerjaan yang menghasilkan. “Lebih baik aku bekerja untuk Allah,” katanya kepada diri sendiri.
Ia memasuki masjid yang sepi dari manusia, ia sholat hingga malam tiba, lalu pulang dengan tangan hampa.“Kamu tak mendapat sesuatu,” tanya istrinya. “Hari ini aku bekerja untuk Raja, Hari ini Dia belum memberinya, semoga saja bersok diberi.” Mereka melewati malam dengan rasa lapar. Keesokan harinya ia kembali ke pasar, Masih juga tak dapat pekerjaan, ia kemasjid lagi, sholat sampai malam, lalu pulang dengan tangan hampa.
“Masih juga kau tidak dapat sesuatu?” Tanya istrinya.
“Aku masih bekerja untuk Raja yang kemarin, besok hari jum’at, aku harap Dia akan memberi ku.” Mereka lalu melewati malam dengan menahan lapar. Esoknya yaitu hari jum’at, kembali ia ke pasar, tapi tak juga mendapatkan pekerjaan. Ia lalu kemasjid, sholat dua rakaat, lalu mengangkat kedua tangannya ia mengadu: “Tuhanku !!! pemukaku !!! Junjunganku !!! telah Kau muliakan diriku dengan Islam, telah Kau berikan kepadaku keagungan Islam, telah Kau berikan kepadaku pentunjuk dengan petunjuk yang terbaik. Atas nama kemulian agama yang telah Kau berikan kepadaku dan dengan kemuliaan hari jum’at yang penuh berkah, hari yang
telah Kau tetapkan sebagai hari agung, aku mohon tenangkanlah hatiku karena sulitnya mencari nafkah untuk keluarga. Berikanlah aku rizki yang tak terhingga, Demi Allah ! Aku malu kepada keluargaku, aku takut pikiran mereka berubah tentang islam.” Kemudian ia berdiri dan menyibukkan diri dengan sholat. Ketika tengah hari, sa’at lelaki itu sholat jum’at, sa’at anak istrinya kelaparan, seseorang mengetuk pintu rumahnya, pintu dibuka oleh istrinya, sedang lelaki yang mengetuk pintu itu membawa nampan emas yang ditutup dengan sapu tangan berslulam emas. “Ambil nampan ini. Katakan kepada suamimu,
ini upah kerjanya selama dua hari, akan kutambah bila ia rajin bekerja, apalagi pada hari jum’at seperti ini, amal yang sedikit pada hari ini di sisi Raja Yang Maha Perkasa artinya besar sekali.” Nampan itu dia terima tidak disangka, ternyata isinya 1000 dinar, ia pungut satu dinar untuk ditukarkan kepada di tempat penukaran uang. Pemiliknya seorang nasrani, ia menimbang dinar tersebut, ternyata beratnya dua kali lipat dari dinar biasanya. Setelah diteliti ukirannya barulah tahu bahwa ukiran akhirat. “Dari mana kau dapatkan ini ?” ia bertanya Wanita itupun bercerita. Pemilik tempat penukaran uang langsung masuk islam begitu mendengar ceritanya. Ia memberi wanita itu 100 dirham. “Pakai saja, kalau habis bilang saja padaku, aku akan memberimu lagi.” Sang suami yang masih tetap di masjid malakukan sholat lalu pulang dengan tangan hampa. Diam-diam ia buka sapu tangannya dan mengisinya dengan pasir, “Bila nanti ditanya istriku kujawab saja tepung.” Gumamnya. Ketika memasuki rumah, ia mencium bau makanan. Ia letakkan bungkusan pasirnya di samping pintu agar
istrinya tidak tahu, kemudian menanyakan apa yang terjadi di rumahnya. Sang istri lalu menceritakan seluruhnya, laki- laki itu langsung sujud syukur kepada Allah. “Apa yang Kau bawa ?” tanya sang istri. “Jangan tanyakan itu,” elaknya Istrinya beranjak mengambil bungkusan suaminya dan membuka. Atas izin Allah, pasir berubah jadi tepung. Untuk kedua kalinya laki-laki itu sujud syukur. Ia selalu beribadat hingga akhir hayatnya. Al Faqih berkomentar : Angkatlah tanganmu ke langit dan berdo’alah, “dengan kemuliaan hari jum’at, ampunilah dosa kami, sirnakanlah nestapa kami.” Laki-laki itu ketika berdo’a dengan menyebut kemulian hari jum’at Ia diberi syafa’at.
Allah memberinya rizki tanpa terhingga, demikian juga kita berdo’a pada hari jum’at. Sumber : kutipan dari kitab al Mau’idzotul al ‘Ushfuriah
Diterjamah Oleh : M. Khoiron. G
www.almunawwir.com/index.php/halaman_umum/view_detail/0000000079

Leave a Reply